Cut Nyak Dien Sebelum Wafat







HARI itu, tepat 11 Desember 1904, Bupati Sumedang waktu itu, Pangeran Aria Suriaatmaja, kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan dari pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua, renta, rabun serta menderita encok.
Seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih berumur 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tetap kelihatan tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.
Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria Suriaatmaja tidak menempatkannya di penjara. Melainkan memilih menempatkannya disalah satu rumah milik tokoh agama setempat.
Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta dan menderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 06 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan tua itu.
Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan tua itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatannya yang sangat buruk, perempuan tua nyaris tak pernah keluar rumah.
Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajari mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakannya pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu yang belakangan karena penguasaanya terhadap ilmu-ilmu agama  disebut dengan Ibu Perbu.



Waktu itu tak ada yang menyangka bila perempuan tua yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalahThe Queen of Aceh Batlle dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien.

Ya, hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah air dan orang-orang yang dicintai.

Gadis kecil cantik dan cerdas bernama Cut Nyak Dhien. Dilahirkan dari keluarga bangsawan yang
taat beragama di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia yang merupakan keturunan perantau Minang yang datang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.

Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Pada usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan oleh orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.
Suasana perang yang bergelanyut diatmosfir Aceh pecah ketika 1 April 1873, F.N.

Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi
gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh. Dan
Tjoet Nyak Dhien tentu ada disana, ditengah tebasan rencong, pekik perang dan dentuman meriam. Dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan di bakar tentara Belanda.

“Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh!
Lihatlah!
Saksikan dengan matamu masjid kita dibakar! tempat Ibadah kita dibinasakannya!
Mereka menentang Allah! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan
para kafir Belanda! Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata!” (Szekely Lulofs, 1951:59).

Perang Aceh adalah cerita tentang keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir, begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap harinya waktu dihabiskan untuk
berperang, berperang dan berperang melawan Kaphe Beulanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1070.

Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899. Tetapi bagi Tjoet, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, Teungku Ibrahim Lamnga suaminya bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia  ayahnya atau para lelaki Aceh saja.

Perang Aceh adalah milik semesta rakyat. Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak Dhien, dia tetap mengorganisir serangan-serang an terhadap Belanda. Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiaran putri bangsawan itu hanya dicurahkan pada perang. Berpindah dari satu  persembunyian ke persembunyian yang lain, kurang makan dan kurangnya rawatan kesehatan membuat kebugarannya merosot.

Kondisi pasukannya pun tak jauh berbeda. Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada pada 16 November 1905 sepasukan Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya, Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak.

Dengan usia yang telah menua, rabun dan sakit-sakitan Tjoet memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) lalu dibuang Sumedang, Jawa Barat. Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin
perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.

Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berkoar menyamaratakan persamaan hak yang bernama, Emansipasi.

History in Photos


Albert Einstein Beach look

Albert Einstein's office on the day of his death

1961 construction of the Berlin Wall

California lumberjacks work on Redwoods

Construction of Disneyland

Eiffel Tower under construction

Elvis in the Army

First Wal-Mart

Mount Rushmore in its more natural state

Muhammad Ali with the Beatles

Nagasaki, 20 minutes after the Atomic bombing in 1945

New York's Times square in 1911

The very First McDonalds

Titanic leaves port in 1912

Letnan Satu ANWAR, Pejuang yg jadi Pengemis





Tangis Salli (50) pecah. Raungnya meledak kala penulis datang ke rumahnya di Koto Baru, Lubukbegalung, Padang, 11 Januari Lalu. Salli adalah wanita parohbaya yang rela menampung Anwar. Letnan satu yang terpaksa jadi pengemis itu. “Gaek sudah tiada. Kenapa tak datang lagi ke sini nak. Di sana kuburan gaek,” ujar Salli menunjuk ke arah bukit. Air mata leleh di pipinya yang keriput.

Perlahan raung Salli mereda. Dia berkisah tentang Letnan Anwar yang digerogoti usia dan mulai saki-sakitan hingga ajal menjemputnya. Selama sakit, Anwar tidak diobati dengan telaten, paling banter, dia Cuma dikasih bodrex atau prokol. “Sejak 2008 itu, ketika anak tak ke sini lagi, gaek terus sakit-sakitan. Kian hari, kondisinya bertambah parah. Demikian, dia masih saja berjalan. Benar-benar keras kepala,” ungkap Salli.

Salli berterimakasih karena banyaknya orang yang peduli dengan Anwar. Sayangnya, kepedulian itu muncul saat Anwar telah tiada. “Bapak sudah tiada 12 April 2011 lalu. Kok baru sekarang orang mencarinya. Kala dia sudah tiada. Dulu, ketika dirinya mengemis untuk bertahan hidup, kenapa tak ada yang peduli. Bahkan, banyak yang menertawakannya ketika dia bercerita tentang kisah hidupnya. Menganggap itu semua lelucon,” sebut Sally (50).

***********

Kisah Letnan Satu Anwar, pengemis renta yang ditulis POSMETRO tahun 2008 silam kini menasional. Anwar yang diangkat cerita jalan hidupnya ke media masa kala berusia 94 tahun, jadi perbincangan di media sosial. Tapi sayang, penghormatan yang datang tak diketahui Anwar. Si Beringas dari Kuranji itu dipuji kala tiada. Anwar wafat 2011 silam. Sang Letnan, menghembuskan nafas terakhirnya akibat sakit yang tak terobati. Anwar pergi membawa kisah tragis seorang pejuang.

Banyak yang prihatin, bahkan menangis membaca laporan usang POSMETRO Padang. Cerita tentang Anwar yang sekarat menahan lapar, tentang keengganannya menerima bantuan pemerintah dan tentang tangan keriputnya yang menadah di tengah terik matahari, trotoar Jalan Sudirman, Kota Padang. “Sedemikian pilu. Orang yang ikut mengokang senjata melawan penjajah, malah tersingkirkan dari negeri yang diperjuangkannya dengan darah dan air mata. Di masa tuanya, Anwar malah melakoni hidup sebagai pengemis di Kota Padang. Tidak ada lencana veteran, bintang pejuang atau salam penghormatan. Dia terlantar. Sebegitu kurangnya empati negeri ini. Atau memang demikian cara menghormati pahlawan?” ucap Rahmat Fauza yang mengaku sudah dua hari berkeliling Kota Padang untuk menemukan Anwar.

Rahmat bukan satu-satunya pemuda yang mencari keberadaan Anwar. Di jejaring Kaskus, belasan orang mengaku sudah berbulan-bulan mencari Anwar. Tapi tak bertemu. Hal yang sama juga dilakukan aktivis Komunitas Cinta Pejuang Indonesia (KCPI). Dari Jakarta, mereka datang ke Padang untuk menyelamatkan Anwar. “Barangkali, sudah separoh Kota Padang kami jelajahi. Tapi tidak ada yang tahu, siapa Anwar,” tulis KCPI dalam situs resminya.

Kisah Anwar dibeberkan dipuluhan thread media sosial. Kepahlawannya diakui setelah dari keisengan salah satu pengguna internet yang mengedit foto Letnan Anwar agak kurang ajar. Foto Anwar yang diambil oleh fotographer POSMETRO Padang Ermansyah, saat tengah meminta sedekah itu, diedit seakan-akan Anwar meminta chip permainan poker. Ulah itu memancing reaksi warga dunia maya. Mereka marah, Anwar sang pahlawan dibuat demikian. “Benar-benar kelakuan yang tak bisa ditoleransi. Anwar itu pahlawan. Seharusnya kalian malu bukannya mempermalukan,” tutur beberapa pengguna Kaskus.


Pemimpin Kompi 3 Sumatera Selatan itu dipuji. Letnan Anwar, itulah sebenarnya pahlawan. Meski dilupakan, dirinya tak memberontak, tidak marah, atau mengkaji-kaji pengorbananya untuk negeri. “Tapi sekarang dia tiada. Angkat topi atas keteguhan hatinya,” sebut pengguna twitter @ikhocans.


**********

Kisah Anwar diberitakan POSMETRO 28 Juli 2008. Penulis kala itu bertemu Anwar yang sedang mengemis di Simpang Kandang, Kota Padang. Tubuhnya ringkih, terduduk lesuh. Tanpa alas di atas trotoar yang panas karena ditempa sinar matahari. Dia pengemis tertua di Kota Padang. Pengemis yang memiliki masa muda hebat, tapi berakhir tragis.

Sepintas, Anwar memang tak beda dengan pengemis lain. Bau bacin, berkemeja lusuh, sandal jepit, dan kopiah luntur. Kulitnya keriput dengan kantong mata yang menghitam. Wajahnya keriput, dipenuhi bulu-bulu abu-abu. Mulutnya kering, dengan gigi yang hanya tinggal dua. Gesturnya, selalu saja berharap belas kasih. Pada setiap yang lalu di depannya, Anwar mengulurkan tangan. Berharap ada yang memberinya uang.


Tapi, di balik penampikan kumalnya, siapa sangka, Anwar adalah seorang pejuang. Pengokang senjata kala negeri ini diamuk penjajah. Dia adalah Komandan Kompi 3 Sumatera Bagian Selatan, dengan pangkat Lentan Satu. Pemimpin yang mahir empat bahasa. Dia fasih berbicara bahasa Inggris, Jepang, Belanda dan tentu saja bahasa Indonesia. Akan tetapi, kerasnya hidup menyeret Anwar, ke lumbung kemiskinan. Sang letnan tiarap pada kehidupan. “Tak perlu. Jangan disebut lagi masa lalu. Itu sudah habis. Jangan dikenang lagi,” tutur Anwar kala itu. Saat dia masih hidup.


Anwar betul-betul keras. Sulit memintanya bicara banyak. “Saya sedang berusaha. Jangan diganggu. Ini belum makan, lihat itu, belum berisi,” ucap Anwar menunjuk ember biru yang ada di depannya. Ember itu sengaja disediakan, untuk orang melempar uang sebagai wujud dari rasa iba terhadapnya. Seolah, perkataan Anwar sebuah isyarat : Kalau mau bicara, isi ember itu. Hampir setegah jam hirau, Anwar akhirnya menyerah. Dia mau bicara. Tentang hidupnya. “Tapi jangan diputarbalik apa yang saya katakan,” ucap Anwar yang pernah juga bekerja sebagai kelasi kapal berbendera Jerman Barat.


Tanah Kuranji adalah tempat pertama yang menyambut kelahiran Anwar. Dia terlahir dari keluarga petani, 94 tahun lalu. Masa mudanya dihabiskan di pinggiran Kota Padang itu. Anwar adalah jebolah Sekolah Sembilan (kini Belakang Tangsi-red) tahun 1930. Lepas Sekolah Rakyat, Anwar mulai bekerja serabutan. Akhirnya dia diterima sebagai kelasi kapal. Tahun 1932 sampai 1939 Anwar berlayar. Dalam kurun waktu itu tak sedikit keragaman budaya yang dilihat pak tua. “Saya lulus sekolah Belakang Tangsi 1930. Selanjutnya berlayar tujuh tahun mengelilingi Asia sampai ke Australia. Kemudian pulang untuk berjuang. Saya tak mau bersenang-senang di atas kapal, sementara Bangsa kita sedang berjuang merebut kemerdekaan. Naluri kebangsaanlah yang memanggil jiwa untuk ikut berjuang,” terang Anwar.


******

Anwar muda sudah terbiasa berperang. Dia hidup untuk berpetualang. Melintasi medan. Bergerilya. Menunggu saat yang tepat menyerang tentara Belanda. “Saya bekas tentara Sumatera Selatan. Komandan Kompi 3. Tak terkira derita. Masa pergerakan benar-benar sulit. Desing peluru, bau mesiu, mayat dan simbahan darah hal biasa. Pelepas penat dan kebanggaan kala itu, sewaktu pulang ke barak, kita membawa topi serdadu, atau barang rampasan perang lainnya,” ulas Anwar.


Lubang kecil bekas hantaman peluru yang menghiasi kaki kananya, menjadi bukti keikutsertaan Anwar berjuang untuk bangsa. Karena tembakan itu, kini dia berjalan pincang. “Kaki ini ditembus peluru di Jalan Jakarta (Simpang Presiden-red). Waktu itu hari masih pagi. Perjanjian Linggarjati baru saja disepakati. Tapi Aziz Chan menentang perjanjian itu. Belanda marah dan mengamuk. Menyerang membabi buta di tengah Kota. Hasilnya, ya kaki ini kena tembak waktu mau pulang ke barak,” terang Anwar.


Bukan cuma ditembak. Anwar pernah merasai pengap hidup di balik jeruji besi. “Empat tahun saya dibui. Tertangkap waktu bergerilya, dari Padang dengan tujuan Payokumbuah yang waktu itu, tahun 1946 sedang bergejolak. Kala melewati Padangpanjang saya tertangkap Belanda. Waktu itu, peluru habis sementara kaki saya masih sakit. Saya digiring, kaki dirantai, diberi golongan besi, “ungkap Anwar mencoba merunut kembali petualangan masa lalunya.


Di Panjangpanjang, Anwar diperlakukan tak senonoh oleh Belanda. Hantaman bokong senjata, sayatan belati sampai dipaksa minum air kencing. Namun sang Letnan tetap tegar. Kepalanya tegak, walau kucuran darah dari pelipisnya tak berhenti. “Penjara dulu, bukan seperti sekarang. Dulu, tangan diikat kawat berduri, kaki dirantai golongan besi. Saban hari kena pukul. Bahkan, Untuk minum, mereka memberi air putih yang dicampur kencing,” celoteh Anwar.


Jangan pertanyakan nsionalisme pada Anwar. Kecintaannya pada Indonesia tak pernah surut. Terus berkobar. “Saya pernah ditanya tentara Belanda. Apakah saya berjuang dan jadi tentara karena hanya kedudukan dan jabatan semata? Saya jawab apa adanya? Berjuang untuk negara, bukan kedudukan. Bila kelak mati di sini. Saya bangga, karena itu demi negara,” ucap Anwar.


Anwar berjuang terus. Sampai dia sendiri lupa akan keluarganya. Anwar pernah menikah dengan seorang wanita Belakang Olo. Tapi hanya sebentar Anwar mengecap indah rumah tangga. Istrinya mati karena kolera dan kekurangan asupan gizi, ikut juga tiada anak yang dikandungnya. Anwar baru tahu istrinya tiada empat bulan kemudian, tepatnya saat dia pulang bergerilya.


******

Lepas dari itu, Indonesia akhirnya merdeka dengan penuh. Namun tak begitu bagi Anwar. Tak ada penghargaan yang diterimanya. Pengorbanan dan perjuangannya yang dikibarkannya seakan dilupakan. Anwar hilang di tengah gegap gempita kemerdekaan. Ditambah kematian istri, seolah pembawa petaka. Anwar kehilangan semangat hidup. Sempat terjerumus ke dunia hitam. Anwar tobat. Tapi, hidup memang tak pernah berpihak pada Anwar. Semakin terlunta-lunta. Hingga jalan sebagai pengemis jadi pilihan terakhirnya.


Tak ada tanda jasa. Tak ada lencana penghormatan yang diterima Anwar. Bahkan gelar pahlawan veteran pun tak singgah. “Saya tak butuh apapun. Dulu, saya berjuang bukan untuk mendapatkan tanda jasa. Saya berjuang untuk negara. Tak perlu tanda jasa apalagi uang. Biarlah hidup begini, asal tak menganggu orang lain. Saya rela. Memang, ada kawan yang ikut mengangkat senjata kebanyakan tenang menjalani masa tuanya. Saya tak suka itu, bagi saya berjuang bukan untuk kemapanan masa tua,” jawab Anwar. Dia segera berdiri, pergi minta segelas air kepada pedagang di depan Masjid AL Mubarah, Sawahan.


Memang, dulu Anwar pernah diberi sertifikat veteran. Namun karena jalan hidupnya yang sering berpindah tempat “surat sakti” itu raib entah kemana. Padahal, surat itu adalah sebagai landasan Anwar untuk menerima haknya sebagai veteran. “Kalau tak salah Surat Bintang Gerilya. Tapi surat itu sudah hilang. Kata orang surat itu adalah syarat untuk menerima tunjangan dari pemerintah. Tapi tak apalah, saya juga tak perlu itu. Kan sudah saya katakan kalau saya berjuang bukan untuk uang apalagi jabatan. Walaupun meminta-minta tapi saya tak menyusahkan orang lain. Saya sudah pernah hidup senang di atas kapal. Sekarang saatnya susah,” kata Anwar.


Letnan Anwar. Sang pahlawan kini telah tiada di masa pembangunan. Di tak menerima apa-apa dari perjuangan. Sebatas penghormatan pun tidak. Anwar terlupakan. Bangsa ini benar-benar sudah berdosa padanya.


Memang Anwar tak minta apa-apa dari perjuangannya. Itu menjadi pelajaran ke depannya. Terhadap Anwar-Anwar yang lain. Apakah kita tega melihat orang yang melepaskan kita dari jeratan penjajah harus terlunta. Mengemis untuk hidup. Tanah kemerdekaan yang kita pijak ini berhutang darah padanya.


Kami kembali merawikannya, karena banyak yang bertanya dimana Sang Letnan sekarang. Ternyata, sang letnan sudah tiada. Dia pulang ke pangkuan-NYA, tanpa upacara penghormatan dan isak tangis anak negeri. Maka benarlah pameo lama, kepahlawanan seseorang itu dihargai kala dia tiada. Saat hidup, siapa peduli dengan Anwar. Pemerintah? Mereka tak peduli. Bahkan tak tahu, kalau Anwar, orang yang negeri ini berhutang darah padanya, melakoni hidup sebagai pengemis. (*)

Arsitek Terbaik Dalam Sejarah Islam


Sejarah Islam penuh dengan arsitek-arsitek jenius. Beberapa bangunan terkenal di muka bumi adalah produk dari engineer muslim. Mereka membangun struktur indah yang menunjukkan kebesaran Islam di sepanjang masa. The Dome of the Rock atau Qubbatu Shakhrakh di Yerusalem, Taj Mahal di Agra, India, Alhambra di Granada, Spanyol, dan Masjid Biru di Istanbul, Turki, merupakan contoh tradisi arsitektur fenomenal dan indah.

Memang sejarawan berselisih pendapat mengenai siapa arsitektur paling berpengaruh dalam sejarah Islam, namun nama Mimar Sinan seolah-olah menjadi ikon karena karya-karyanya yang fenomenal. Mimar Sinan hidup antara tahun 1489 sampai 1588, di masa keemasan Kerajan Utsmani. Ia hidup di masa Sultan Salim I, Sultan Sulaiman, Sultan Salim II, dan Sultan Murad III. Selama kurun waktu ini wajah Kota Istanbul penuh perubahan, cita-cita pembangunan para sultan terwujud melalui karya-karya Mimar Sinan.

Siapakah Mimar Sinan?

Ayah Mimar Sinan, Abdul Mannan, adalah seorang mualaf yang berasal dari Yunani atau Armenia. Di masa mudanya, Mimar mengikuti jejak ayahnya bergabung dalam korps tentara elit Utsmani, Yenicheri. Tidak disangka, ternyata dalam dunia militer ini, jiwa dan bakat arsitekturnya muncul. Seiring waktu berjalan, pangkat kemiliteran Mimar pun mulai naik, ia menduduki posisi yang strategis dan dekat dengan Sultan Salim dan Sultan Sulaiman. Ia turut serta dalam aktivitas-aktivitas militer Utsmani di Eropa, Afrika, dan Persia.

Semakin banyak daerah baru yang menjadi bagian Kerajaan Utsmani berbanding lurus dengan maraknya pembangunan di daerah-daerah tersebut; pembangunan masjid dan bangunan-bangunan publik lainnya menjadi rencana utama pembangunan setiap daerah. Saat itulah kemampuan arsitektur Mimar semakin kentara dan kian terasah, ia turut serta dalam pembangunan-pembangunan di wilayah baru. Akhirnya pada tahun 1538, kerajaan benar-benar mengapresiasi kemampuannya ini dan menetapkannya sebagai Menteri Pembangunan Kerajaan Utsmani.

Awal Karir

Di Turki, Hagia Sophia selalu menjadi inspirasi dalam hal arsitektur. Hagia Sophia awalnya adalah gereja Bizantium yang dibangun pada tahun 537, ketika Muhammad al-Fatih menaklukkan Bizantium dan populasi muslim kian bertambah, maka Hagia Sophia diubah menjadi masjid di tahun 1453 dan sekarang Hagia Sophia dijadikan museum berdasarkan kebijakan Kemal Ataturk.

Ruang dalam Masjid Sultan Sulaiman

Kubah Hagia Sophia yang besar dan megah banyak ditiru oleh arsitek-arsitek muslim. Oleh karena itu, kita lihat masjid-masjid di Turki memiliki kubah utama yang besar terletak di bagian tengah dan dikelilingi kubah-kubah kecil di bagian sisinya. Di saat arsitek-arsitek dari negeri lainnya tidak mampu membuat sebuah bangunan yang lebih atau setara dengan keindahan Hagia Sophia, saat itulah Mimar Sinan menunjukkan bawa ia bisa melakukannya. Keluar dari pakem dan standar yang telah dibuat oleh para arsitek terdahulu, dan membuat bangunan yang lebih monumental.

Di masa awal karirnya, Mimar membangun masjid-masjid kecil terlebih dahulu di wilayah-wilayah baru Utsmani. Ia membangun Masjid Khusruwiyah di Aleppo, Suriah, pada tahun 1547. Masjid ini tetap berdiri kokoh di era modern ini, namun saat ini mungkin telah hancur karena perang di negeri Syam ini. Ia juga merenovasi Masjid Imam Abu Hanifah di Baghdad dan Masjid Jalaluddin al-Rumi di Konya.

Proyek-proyek kecil ini terus mengasah kemampuan seni merancang bangunan Mimar Sinan untuk terus berkembang. Selain itu pemerintah juga terus mendukungnya dan membantunya mengasah bakatnya dengan proyek-proyek yang mereka berikan kepada Mimar.

Membangun Masjid Pangeran dan Masjid Sultan Sulaiman

Pada tahun 1543, Sultan Sulaiman mendapatkan sebuah musibah dengan meninggalnya salah satu putranya, yaitu Sultan Muhammad. Kejadian ini menimbulkan niatan pada sultan untuk membangun sebuah masjid megah yang ia gunakan untuk melayani umat Islam di Istanbul sekaligus sebagai pahala jariyah untuk sang anak.
Perhitungan geometri yang dilakukan Mimar Sinan saat membangun Masjid Pangeran

Momen ini sekaligus kesempatan pertama yang diberikan Sultan Sulaiman kepada Mimar untuk bertanggung jawab atas proyek yang besar, membangun sebuah masjid yang megah dan memiliki tempat tersendiri di hati Sultan Sulaiman.

Selama empat tahun, Mimar mengerjakan proyek yang disebut dengan Sehzade Jami’(Masjid Pangeran) di pusat Kota Istanbul. Di lingkungan masjid ini terdapat komplek (kulliye) yang terdiri dari sekolah, dapur umum bagi kaum miskin, tempat tidur bagi wisatawan, dan makam Sultan Muhammad. Sultan Sulaiman memuji dan sangat puas dengan hasil kerja Mimar walaupun Mimar sendiri masih menaruh ambisi bahwa dia bisa mewujudkan sesuatu yang lebih hebat dari hasil karyanya ini.
Bangunan komplek Masjid Sultan Sulaiman secara keseluruhan

Masjid besar berikutnya yang proyek pembangunannya dipimpin oleh Mimar Sinan adalah Masjid Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman menginginkan agar Kota Istanbul kembali dihiasi oleh masjid raksasa lainnya. Kali ini ia mengatasnamakan masjid tersebut atas namanya sendiri. Semakin besar masjid yang dibangun, ia berharap semakin banyak jamaah jamaah yang bisa shalat di sana, sehingga semakin banyak pula tabungan pahala untuknya, demikian harap sang sultan.
Keterangan bangunan komplek Masjid Sulaiman

Proyek besar Masjid Sultan Sulaiman ini direncanakan akan rampung pembangunannya dalam waktu tujuh tahun. Selama lima tahun, Mimar Sinan sibuk membangun pondasi masjid besar ini. Sampai-sampai Sultan Sulaiman mengira Mimar melarikan diri dari pembangunan karena dia sangat sibuk di areal bawah tanah untuk membangun pondasi masjid.

Pada tahun 1557, selesailah pembangunan Masjid Sultan Sulaiman, dan ini adalah sebuah masterpiece, sebuah karya yang sangat fenomenal. Sebuah masjid besar dengan interior yang luar biasa, ketinggian langit-langit di ruang dalam menunjukkan kerumitan

pembangunannya, kubah-kubah yang menunjukkan perhitungan geometri yang detail, di bagian luar terdapat empat menara ramping yang menjulang setinggi 50 m, saat itu menara ini benar-benar sesuatu yang menakjubkan, tidak ada arsitek yang mampu membuat serupa dengannya.

Komplek Masjid Sulaiman meliputi: masjid, rumah sakit, pemandian, perpustakaan, dapur umum, madrasah Alquran, madrasah hadis, taman kanak-kanak, dan pusara pemakaman Sultan Sulaiman.

hebatnya, dengan kemegahan dan kehebatan arsitektur masjid ini, Mimar Sinan masih yakin kalau ia bisa membangun bangunan yang lebih hebat lagi dari ini.

Karya Fenomenal Mimar Sinan

Setelah Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1566 M, putranya dan pewaris tahtanya, Sultan Salim II, memiliki keinginan serupa dengan ayahnya, yakni membangun masjid atas namanya dan diperuntukkan untuk melayani kaum muslimin. Masjid Sultan Salim II ini rencananya akan dibangun di Kota Edirne 200 Km dari Istanbul. Saat pembangunan berlangsung, usia Mimar Sinan sudah menginjak 70 tahun lebih, namun semangatnya masih tetap berkobar, ia tetap memendam impian mengalahkan kemegahan Hagia Sophia.
Komplek Masjid Sultan Salim II

Dalam otobiografinya, Mimar Sinan menyebutkan bahwa komplek Masjid Sultan Salim II atau disebut Selimye adalah masterpiece-nya. Kubah masjid yang dibangun di atas tumpuan segi delapan memungkinkan masjid ini dibangun dengan tinggi yang pada akhirnya mengalahkan Hagia Sophia. Hingga saat ini Masjid Sultan Selim II menjadi landmark Kota Edirne.

Wafatnya

Mimar Sinan wafat pada tahun 1588 di usia 98 tahun. Ia dimakamkan di komplek Masjid Sultan Sulaiman. Arsitek kebanggaan Kerajaan Utsmani ini banyak meninggalkan warisan-warisan pembangunan, yaitu: 90 masjid besar di seluruh wilayah kekuasaan Utsmani, 50 masjid kecil, 57 perguruan tinggi, 8 jembatan, dan berbagai gedung-gedung sarana ublic di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Utsmani. Ia juga mewarisi murid-murid hebat Masjid Sultan Ahmad atau dikenal dengan Blue Mosque, Taj Mahal di India.

Oleh karena itu, tidak heran apabila Mimar Sinan dianggap sebagai arsitek terbesar dalam sejarah peradaban Islam. Ia membangun bangunan-bangunan yang terus dikenang dan dikagumi oleh orang-orang hingga abad modern ini.

Pelajaran:
  1. Pentingnya umat Islam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Umat Islam terdahulu memiliki totalitas yang tinggi dalam bidangnya masing-masing. Dalam bidang ilmu agama hal itu adalah sebuah tradisi yang sampai sekarang masih terpelihara, namun dalam ilmu pengetahuan yang bersifat keduniaan kultur ini seolah-olah hilang di tengah umat Islam.
  3. Mimar Sinan adalah sebuah contoh seseorang yang tidak mudah berpuas diri, ia terus memiliki cita-cita untuk menjadi yang terbaik meskipun menginjak usia 70 tahun lebih.
  4. Masjid sebagai tempat berbagai macam aktivitas: sekolah, rumah sakit, tempat menjamu para musafir dengan adanya dapur-dapur umum, dan pelayanan sosial lainnya. Hal ini digunakan sebagai sarana dakwah bagi orang-orang non-Islam yang berkunjung dan dilayani di fasilitas publik tersebut.
  5. Yang paling utama, bagi seorang muslim yang menguasai ilmu-ilmu keduniaan, tetap wajib mengetahui hal-hal yang pokok dalam agamanya sehingga kemampuannya terbimbing oleh cahaya Allah, ia bisa berdakwah, dan meluruskan kesalahan orang lain. Seperti dalam kisah di atas –Allahu a’lam-, jika Mimar Sinan mengetahui bahwa memugar makam dan membangun kubah di atasnya dilarang dalam Islam, maka ia bisa menasihati para sultan agar makam mereka tidak dibangunkan kubah-kubah yang megah.

Sejarah Uang Di Indonesia

A. JAMAN KERAJAAN


1. UANG KERAJAAN BUTON

Uang Kampua/Bida berasal dari Kerajaan Buton. Uang ini beredar pada masa pemerintahan Ratu Bulawambona abad ke-9. Konon, uang tersebut ditenun oleh puteri raja. Nilai tukar uang ditentukan oleh Menteri Besar Kerajaan (setingkat Perdana Menteri), yaitu 1 butir telur ditukarkan dengan uang yang lebarnya 4 jari dan panjangnya sepanjang telapak tangan, mulai dari pergelangan tangan hingga ujung jari menteri yang bersangkutan.
Oleh karena itu, banyak ditemukan uang Kampua yang berbeda ukurannya. Setiap tahun diadakan perubahan corak agar tidak mudah dipalsukan. Sanksi bagi pelaku pemalsuan adalah hukuman mati.

2. UANG KERAJAAN KEDIRI
Mata uang kerajaan Kediri dibuat sekitar abad ke-9-12. Terbuat dari emas atau perak sebesar biji jagung (oleh sebab itu sering disebut uang jagung). Bentuknya masih sangat sederhana, yakni bulat kurang beraturan, dengan gambar muka seperti huruf T.

3. UANG KERAJAAN MAJAPAHIT
Mata uang kerajaan Majapahit beredar sekitar abad ke-12-16. Terbuat dari tembaga, berbentuk bulat dengan lubang ditengah persegi empat (kotak). Bentuknya sudah lebih bagus dibandingkan dengan uang jagung, boleh dibilang hampir menyerupai mata uang jaman sekarang. Sisi muka mata uang terdapat ukiran-ukiran.

4. UANG KERAJAAN BANTEN
Mata uang kerajaan Banten beredar sekitar abad ke-14. Hampir sama dengan mata uang jaman Majapahit, mata uang kerajaan Banten terbuat dari tembaga dan berbentuk bulat dengan lubang ditengah. Hanya saja lubang ditengahnya bukan persegi empat melainkan persegi enam. Bentuknya sudah lebih bagus dibandingkan dengan uang jagung, boleh dibilang hampir menyerupai mata uang jaman sekarang. Sisi muka mata uang terdapat tulisan aksara Jawa.

5. UANG KERAJAAN SAMUDRA PASAI / ACEH
Beredar di Kutaraja Aceh sekitar tahun 1700an s/d tahun 1800an. Terbuat dari emas disebut Keueh dan dari perak disebut Derham.

6. UANG KERAJAAN JAMBI
Diperkirakan beredar di Jambi pada tahun 1840 M, Berbentuk segi delapan dengan lubang ditengah berbentuk segi lima.Terbuat dari Timah.

7. UANG KERAJAAN SUMENEP
Diperkirakan beredar pada abad 19 pada masa pemerintahan Sultan Pakoe Nataningrat. Mata uang ini disebut real Batu dan dibuat di Spanyol. Ciri khasnya, bentuknya tidak beraturan dengan bahan perak campuran. Disisi muka terdapat tanda salib dan ukiran singa dengan angka 600 dengan sekuntum mawar. Sedang sisi belakang terdapat lambang kerajaan Spanyol yang dikelilingi motif titik-titik dan angka tahun 1730. Terdapat stempel huruf arab dengan tulisan Soemenep.

B. MASA PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Pada waktu bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda melakukan perdagangan international di kepulauan nusantara, beredar mata uang baru dikepulauan nusantara. Yakni mata uang yang dipakai sebagai media untuk membeli komoditas terutama rempah-rempah dari bangsa pribumi. Contoh uang yang beredar adalah coin emas reis dan coin emas escudos.


C. MASA KOLONIAL

1. VOC
VOC adalah serikat perusahaan dagang Belanda yang diberi beberapa wewenang oleh pemerintah Belanda, salah satunya mencetak dan mengedarkan uang di Indonesia. Contoh uang masa VOC adalah Gulden, Javas Rupij, Stuiver, Duit. Salah satu ciri uang VOC adalah pada sisi depannya bertuliskan VOC dan angka tahun, sedang sisi belakangnya bergambar sepasang singa. Beredar pada sekitar abad 18 dan 19 M.

Antara tahun 1744-1748 VOC mengedarkan mata uang emas di Batavia yang disebut Dirham Jawi/Gouden Javase Dukaat. Pada tahun 1783 VOC menempa dan mengedarkan uang emas yang disebut Gouden Javase Rupij/Rupiah Jawa (ditempa di Jawa). Ciri khasnya terdapat tulisan VOC pada sisi depannya. VOC juga sempat mengedarkan mata uang yang disebut Doit dengan logo VOC dengan bahan campuran tembaga dan timah dan ditempa di Batavia dan Surabaya.
Pada tahun 1800 VOC mengeluarkan mata uang timah yang sisi depannya terdapat inisial LN dan lambang VOC, sedang sisi belakangnya terdapat tulisan Arab Melayu berbunyi Duyit. Mata uang ini disebut Duyit Javas. Selain itu VOC juga membawa dan mengedarkan mata uang Belanda ke Indonesia seperti Dukaton/Zilperen Rijder (Penunggang Kuda) bergambar penunggang kuda. Ada juga Gulden


2. PENJAJAHAN INGGRIS
Pada awal abad ke-19 Inggris menguasai beberapa wilayah Nusantara dan banyak mencetak dan mengedarkan uang, diantaranya dikenal dengan nama Rupee Jawa (1811-1816).


3. ZAMAN BELANDA
  • Rijkdaalders Pada tanggal 27 Desember 1782 pemerintah Belanda menerbitkan mata uang Daalders dengan bahan kertas dan disebut Rijkdaalders, yang kemudian diedarkan pertama kali di Ambon, Batavia, Banda, dan Ternate. Mata uang ini berbentuk semacam surat dengan stampel VOC.
  • Probolinggo Papier Pada tahun 1807-an Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Daendels), menerbitkan surat pengakuan utang/obligasi dengan jaminan tanah Negara, senilai satu juta Rijkdaalders. Kemudian obligasi tersebut berubah fungsi menjadi mata uang/alat tukar yang dikenal sebagai Probolinggo Papier (pertama kali diberikan kepada seorang Cina di Probolinggo)
  • Creatie Pada tahun 1815 pemerintah Hindia Belanda menerbitkan mata uang dari kertas dan disebut Gulden Creatie dengan nominal 1, 5, 50, 100, 300, 600, dan 1.000.
  • De Javasche Bank Pada tanggal 27 Desember 1827 didirikan NV.De Javasche Bank di Batavia, yang beroperasi sebagai bank komersial dan bank sirkulasi. Uang kertas yang pernah dicetak dan diedarkan oleh De Javasche Bank diantaranya seri JP. Coen, seri Bingkai, seri Mercurius, dan seri Wayang. Untuk seri Jendral JP. Coen terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 200, 300, 500, dan 1.000 gulden dan bergambar Jendral JP.Coen didepannya. Sedangkan untuk seri Wayang terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500, dan 1.000 Gulden dan bergambar Wayang Orang didepannya.

NICA
Kedatangan tentara sekutu dan tentara NICA (Nederlands Indies Civil Administratie) dilengkapi dengan mata uang yang akan diedarkan. Naman mata uang NICA tidak pernah diterima secara sah oleh pemerintah Indonesia sebagai alat pembayaran. Seri NICA ini terdiri dari pecahan 50 cent, 1, 2 ½, 5, 10, 25, 50, 100, dan 500 Gulden. Gambar depannya semua sama yaitu Ratu Wilhelmina.

4. JAMAN PENDUDUKAN JEPANG
Jepang menduduki Indonesia antara tahun 1942 s/d tahun 1945. Ada 3 jenis mata uang yang diedarkan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

  • a. Japansche Regeering Dikenal sebagai uang penaklukan Jepang (Japan Invation Money) atau Banana Money (karena bergambar pohon pisang) dengan satuan Gulden. Uang ini telah dipersiapkan oleh Jepang untuk diedarkan di daerah-daerah yang akan ditaklukkannya. Untuk Indonesia dipakai satuan Gulden sebagai mana satuan uang yang beredar ketika masih diduduki Belanda. Japansche regeering terdiri dari pecahan 1,5,10 cen dan 1/2, 1 , gulden.
  • b. Pemerintah Dai NipponUntuk menarik simpati rakyat Indonesia, Jepang mengeluarkan mata uang dengan tulisan berbahasa Indonesia dan menggunakan satuan rupiah. Yang pertama disebut Uang Pemerintah Dai Nippon terdiri dari dua pecahan senilai 100 dan 1,000 Rupiah (bertuliskan Pemerintah Dai Nippon )
  • c. Dai Nippon Teikoku Seihu Uang berbahasa Indonesia dan bernilai satuan rupiah yang kedua adalah Dai Nippon Teikoku Seihu (Kerajaan Jepang raya). Terdiri dari beberapa pecahan dengan tulisan depan Dai Nippon Teikoku Seihu .

D. MASA PEMERINTAHAN INDONESIA
Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, banyak hal terjadi dan dialami bangsa Indonesia. Mulai dari agresi militer Belanda, pemberontakan-pemberontakan di beberapa daerah, kondisi social politik yang jatuh bangun, hingga kondisi ekonomi yang carut-marut. Tidak dapat dipungkiri semua itu berpengaruh terhadap mata uang yang dicetak dan beredar di Negara kita.

1. OEANG REPOEBLIK INDONESIA (ORI)
Pada 17 Oktober 1945 beredar uang kertas yang dikenal dengan nama ORI dengan nilai 1,5,10, sen ½, 1, 5, 10, 25 dan 100 rupiah dengan gambar Presiden Soekarno dan dicetak di Jakarta (emisi Jakarta) Pada 1 Januari 1947 diterbitkan emisi Yogyakarta dengan nilai dan gambar yang sama.
Disamping itu pemerintah Republik Indonesia juga mengedarkan uang ORI pada tanggal 30 Oktober 1946 dengan nilai ½, 2 ½, 25, 50, 100, 250 Rupiah. Pada tahun 1948 pemerintah mengeluarkan ORI dengan nominal 40, 75, 100, 400, 600 rupiah. Dengan dikeluarkannya uang ORI ini maka uang Jepang dan Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi.

2. OEANG REPOEBLIK INDONESIA DAERAH (ORIDA)
Agresi militer Belanda I dan II membuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sulit terutama antara pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Terputusnya komunikasi ini berpengaruh terhadap jumlah uang tunai yang beredar. Kekurangan uang tunai yang beredar di daerah-daerah diatasi dengan diterbitkannya ORIDA di beberapa daerah berdasarkan izin pemerintah pusat. Contoh ORIDA di Banten, Kartadura, Tapanuli, dll.

3. REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS)
Konferensi meja bundar membawa konsekwensi berubahnya bentuk pemerintahan menjadi negara serikat dengan negara-negara bagian di dalamnya (Republik Indonesia Serikat/RIS). Pada tanggal 1 Januari 1950 Menteri Keuangan RIS Mr. Sjafruddin Prawiranegara mengeluarkan maklumat yang isinya menarik uang ORI dan sejenisnya dari peredaran dan menyatakan semua jenis uang tersebut tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran. Sebagai gantinya pemerintah mengeluarkan uang nominal 5 ban 10 rupiah bergambar Presiden Sukarno. Namun mata uang ini tidak berlaku lama dan ditarik dari peredaran pada tanggal 17 Agustus 1950 seiring dengan dibubarkannya RIS dan Indonesia kembali pada pemerintahan Republik.

GUNTING SJAFRUDIN
Guna mengurangi jumlah uang yang beredar saat itu, pada tanggal 20 Maret 1950 Menteri Keuangan RIS Mr.Sjafruddin Prawiranegara mengeluarkan kebijakan pengguntingan uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda, dan uang NICA (GUNTING SJAFRUDDIN). Guntingan uang sebelah kanan dapat ditukar dengan Obligasi Negara bunga 3 % pertahun dengan jangka 40 tahun, sedangkan guntingan sebelah kiri dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai 50 % dari nilai semula (berlaku sampai dengan tanggal 8 April 1950 pukul 18.00.

4. UANG KERTAS REPUBLIK INDONESIA
Tahun 1951 pemerintah menasionalisasi De Javasche Bank dan mendirikan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Oleh karena UU pendirian BI baru disetujui tanggal 2 juni 1953 maka mata uang yang telah dicetak baru diedarkan tahun 1953, antara lain bernilai 1 dan 2 1/2 rupiah (disebut seri pemandangan alam karena memang bergambar pemandangan alam). Disamping itu juga dicetak dan diterbitkan uang dengan pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000 Rupiah (disebut seri kebudayaan). Ini adalah uang kertas pertama yang dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Central menggantikan fungsi De Javascce Bank.

Pada tahun 1958 pemerintah mengedarkan seri hewan dengan nilai nominal 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000, 2.500, dan 5.000 rupiah. Disebut dengan seri hewan karena bergambar hewan- hewan yang ada di Indonesia. Ciri yang lain, seri hewan ini tidak memuat angka tahun di depannya. Tahun 1958 diedarkan pecahan 50, 100, dan 1.000. Tahun 1959 diedarkan pecahan 5, 10, 25, dan 500. Pecahan 2.500 diedarkan tahun 1962, sedangkan pecahan Rp. 5.000 tidak sempat diedarkan.

SENERING 1959
Tahun 1959 pemerintah melakukan kebijakan Sanering, yaitu menurunkan nilai mata uang. Pecahan 500 dan 1.000 rupiah diturunkan nilainya menjadi hanya 10 % dari nilai semula. Penarikan kembali dari peredaran juga dilakukan secara bertahap yaitu tahun 1959 untuk Rp 500 dan 1.000, tahun 1961 untuk Rp 10 dan 25, tahun 1962 untuk Rp 5, dan tahun 1965 untuk Rp 50, 100, dan 2.500.
Pada tahun 1959 pemerintah mengedarkan seri pekerja tangan dengan nilai nominal 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000, 5.000 rupiah. Disebut seri pekerja tangan karena bergambar pekerja tangan pada sisi mukanya dan rumah adat/tradisional pada sisi belakangnya.

Pada tahun 1959 pemerintah mengedarkan seri bunga-burung dengan nilai nominal 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000 rupiah. Disebut seri bunga-burung karena bergambar bunga pada sisi depannya dan bergambar burung pada sisi belakangnya.

Pada tahun 1964 pemerintah mengeluarkan uang kertas bernilai kecil dengan nilai dibawah 1 rupiah, yang disebut seri Dwikora (Sukarelawan). Pecahan tersebut terdiri dari 1, 5, 10, 25, dan 50 sen. Mata uang seri dwikora ditarik dari peredaran pada tanggal 15 November 1966.


SENERING 1965
Pada tahun 1965 pemerintah mengeluarkan kebijakan sanering dengan menetapkan nilai setiap Rp 1.000 uang lama menjadi Rp.1 uang baru.

Pada tahun 1968 pemerintah mengedarkan uang seri Soedirman, dengan gambar sisi depannya Panglima Besar Jendral Soedirman untuk nilai nominal 1, 2 1/2, 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1.000, 5.000, dan 10.000 rupiah.

Dari tahun 1951 sampai tahun 1968 pemerintah mengeluarkan uang secara berseri; yakni mempunyai tema dan gambar tertentu yang seragam. Berikut secara lebih lengkap penerbitan uang oleh Bank Indonesia.


Tahun Tema
1951 Seri Pemandangan Alam (Bergambar depan pemandangan alam)
1952 Seri Kebudayaan (Bergambar Pahlawan dan Kebudayaan)
1954 Seri Suku Bangsa
1957 Seri Hewan (Bergambar hewan-hewan yang hidup di Indonesia)
1958 Seri Pekerja Tangan I (Bergambar depan pekerja tangan, belakang rumah adat)
1959 Seri Bunga (Bergambar depan bunga dan belakang burung)
1960 Seri Sandang Pangan
1960 Seri Soekarno (Bergambar depan Soekarno)
1964 Seri Dwikora/ Sukarelawan (bergambar depan sukarelawan)
1964 Seri Pekerja Tangan II (Bergambar depan pekerja tangan, belakang rumah adat)
1968 Seri Sudirman (Bergambar depan Sudirman)
Seterusnya Bank Indonesia belum lagi mengeluarkan uang dalam bentuk seri tertentu.

5. UANG KERTAS KHUSUS

KEPULAUAN RIAU
Pada tahun 1963 pemerintah mengedarkan uang kertas khusus kepulauan Riau dengan tujuan mengatasi peredaran Dolar Malaysia di Riau. Uang kertas pemerintah RI bertahun 1961 dan bergambar Soekarno dengan nilai 1 dan 2,5 Rupiah. Sedangkan uang kertas Bank Indonesia bertahun 1960 bergambar Soekarno dengan nilai 5, 10, 100 rupiah.Pada semua uang kertas terdapat tulisan RIAU. Dutarik dari peredaran tanggal 27 Juni 1964.

IRIAN BARAT
Mata uang khusus Irian Barat diedarkan mulai tanggal 1 Mei 1963. Uang kertas Pemerintah RI seri Soekarno bertanda tahun 1961 untuk pecahan 1 dan 2,5 rupiah, serta uang kertas BI seri Soekarno bertanda tahun 1960 untuk pecahan 5, 10, dan 100 rupiah. Pada semua uang kertas terdapat tulisan Irian Barat. Ditarik dari peredaran tanggal 31 Mei 1971.

6. UANG LOGAM PEMERINTAH INDONESIA
Pemerintah Republik Indonesia pertama kali mengeluarkan mata uang pecahan logam pada tahun 1951. Pecahan yang diedarkan meliputi 1,5,10, dan 25 sen dibuat dari bahan aluminium dan dicetak di Belanda. Pada tahun 1952 diedarkan mata uang logam pecahan 50 Sen yang dibuat dari Cupro Nickel. Ciri mata uang 1 dan 5 sen bergambar padi dan bertuliskan Indonesia dengan aksara Arab dan berlubang pada tengahnya. Sedangkan pecahan 10 dan 25 bergambar Garuda dan bertuliskan Indonesia dengan aksara Arab.

Pada bulan Januari 1971 BI mengedarkan mata uang logam 1, 2, dan 5 Rupiah dengan bahan aluminium dan pecahan 10, 25, dan 50 Rupiah dari bahan campuran tembaga (75 %) dan nickel (25 %). Pada tahun 1974 diedarkan pecahan 100 Rupiah, yang pada tahun 1978 dicetak ulang dengan perubahan disain dan lebih tipis. Selain itu pada tahun 1974 BI juga mengeluarkan pecahan 5 Rp seri Keluarga Berencana dan 10 Rupiah seri Tabanas yang juga dicetak ulang tahun 1978 dengan perubahan disain dan ukuran.

Pada tahun 1992 BI mengedarkan uang logam pecahan 25, 50, 100, dan 500 Rupiah dengan bahan aluminium bronze. Tahun 1993 dikeluarkan pecahan 1.000 Rupiah dengan bahan cupro nickel untuk lingkaran luar dan alumunium bronze kuning emas untuk lingkaran dalam.

UANG LOGAM SERI KEPULAUAN RIAU DAN IRIAN BARAT
Uang logam seri kepulauan Riau berlaku mulai 15 Oktober 1963 yang terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen bergambar Soekarno dan bertuliskan kepulauan riau. Ditarik dari peredaran 1 Juni 1964.Uang logam seri Irian Barat berlaku mulai 1 Mei 1962 yang terdiri dari pecahan 5, 10, 25, dan 50 sen bergambar Soekarno dan berbahan aluminium. Ditarik dari peredaran tanggal 31 Mei 1971.

Asal Usul Rupiah

Setiap kali memegang dan setiap kali menggunakan untuk bertransaksi, apakah pernah terlintas dalam pikiran kita tentang ‘RUPIAH’ satuan mata uang kita. Mengapa “rupiah” yang dipakai sebagai satuan mata uang kita, dan bukan salah satu dari poundsterling, gulden, atau yen satuan mata uang negara yang dahulu menjajah kita. Dalam pendidikan formal belum pernah dibahas mengenai asal kata maupun sejarah penggunaan satuan rupiah untuk mata uang kita. Mungkin ini bukan hal yang begitu penting, namun bagi saya ini menyangkut identitas suatu bangsa. Di dunia internasional, lambang “$” akan mengarahkan pikiran kita pada Negara Amerika.

Adalah kata dalam bahasa sanksekerta ; rupya yang berarti perak tempa atau koin perak. Dari kata itu muncul istilah rupee yang di ciptakan di India Utara (Afganistan) oleh Sher Shah Suri selama pemerintahannya periode 1540-1545 (wikipedia). Lantas bagaimana bangsa kita mulai mengenal rupee. Sangat dimungkinkan, hubungan perdagangan internasional antara pedagang Gujarat dan India dengan kerajaan-kerajaan di nusantara telah membawa “ruppe” masuk. Dari sini rupee menjadi popular di masyarakat nusantara.

Pada tahun 1744 VOC menempa uang emas di Batavia yang disebut Dirham jawi atau dukaat. Dirham Jawi kemudian disebut Gouten Javase Dukaat.
Pada tahun 1783, VOC menempa dan mengedarkan mata uang emas yang disebut Gouden Javase Rupij. Gouden berari emas, Javase karena ditempa di Jawa (Batavia). Ini salah satu bukti bahwa istilah rupee telah dikenal oleh masyarakat nusantara pada masa pendudukan VOC. Dari sini nampaknya rupee/rupij mulai dilafalkan menjadi rupia(h).

Pada tahun 1811 Inggris menduduki beberapa daerah di nusantara. Mereka mencetak dan mengedarkan mata uang yang dikenal dengan rupee jawa. Karena bergambar ayam jago, maka sering juga di sebut koin ayam jago.

Pada masa penjajahan Belanda, istilah rupiah mulai dikenal sebagai pengganti istilah Gulden (sebagai satuan uang). RA. Kartini dalam salah satu surat kepada sahabatnya menggunakan istilah rupiah untuk menggantikan gulden ( …. Oost en west telah memesan lagi sejumlah 250 gulden dan kalau kami memesan beberapa ratus rupiah lebih banyak…..).

Tahun 1900-an sampai beberapa saat sebelum masa kemerdekaan tampaknya istilah rupiah sudah begitu populer dan secara luas digunakan sebagai pengganti gulden. Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berikrar untuk berbahasa satu Bahasa Indonesia mungkin turut serta mempopulerkan istilah rupiah.

Berikut kami lampirkan pula contoh kwitansi yang dikeluarkan tahun 1900 yang menunjukkan penggunaan istilah rupiah sebagai satuan uang.





Ide bangsa Jepang untuk membentuk Asia Timur Raya dibuktikan dengan penaklukan terhadap beberapa Negara di Asia. Tanggal 9 Maret 1942 Hindia Belanda berhasil di taklukkan. Bangsa Jepang adalah bangsa yang penuh percaya diri, sehingga telah mempersiapkan mata uang untuk Negara yang akan ditaklukkan dengan gambar desain yang hampir sama namun berbeda dalam satuannya. Untuk Malaya dipakai satuan dollar, Burma rupee, philipina peso, singapura dollar, ocenia poundsterling, dan Indonesia gulden. Uang ini unik karena selain menggunakan satuan gulden, semua ditulis dengan bahasa Belanda. Dan seperti mata uang yang dikeluarkan oleh  Belanda terdapat tulisan “Betaalt Aan Toonder” yang artinya dibayar kepada pembawa atau uang ini secara nyata dijamin pemerintah.





Pada tahun 1944, seiring dengan semakin sulitnya posisi Jepang di Indonesia dan untuk meraih simpati bangsa Indonesia maka dikeluarkan mata uang menggunakan Bahasa Indonesia. Dan untuk pertama kali, secara resmi kata rupiah digunakan sebagai satuan mata uang menggantikan gulden. 



Namun tampaknya, penggunaan kata rupiah untuk satuan mata uang telah dirancang terlebih dulu oleh Belanda. Pemerintah Belanda berharap memperoleh kontrol kembali atas bekas negara jajahannya.  Dimulai dengan pencetakan uang pada bulan Maret 1943 oleh American Bank Note Company dengan tulisan 'Nederlandsch-Indische Gouvernementsgulden dengan teks berbahasa Indonesia dan satuan rupiah. Pada akhir perang dunia II tahun 1945  'Nederlands-Indies Civil Administratie (NICA) masuk ke Indonesia dengan turut serta membawa mata uang ini. Oleh sebab itu mata uang ini sering disebut seri NICA.
Ketika uang NICA muncul di Jawa, Sukarno mengeluarkan maklumat  tanggal 2 Oktober 1945 yang isinya menyatakan bahwa uang NICA adalah illegal dan tidak berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.


Pemerintah Republik Indonesia sendiri pada tanggal 30 Oktober 1946 mengeluarkan uang republik Indonesia (ORI) dengan menggunakan satuan rupiah. Mulai dari itu satuan rupiah secara resmi dipakai sebagai satuan uang Reublik Indonesia.



Kesimpulan :
  1. Pemerintah Republik Indonesia secara resmi, pertama kali menggunakan rupiah sebagai satuan mata uang tanggal 30 Oktober 1946, bersamaan dengan dikeluarkannya ORI (uang Republik Indonesia). Uang ini tertanggal 17 Oktober 1945, namun baru diedarkan jauh setelahnya yaitu tanggal 30 Oktober 1946.
  2. Mata uang pertama yang beredar dan menggunakan satuan rupiah adalah seri Dai Nippon Teikoku Sehiu dan Pemerintah Dai Nippon pada tahun 1944. Namun saying tidak tertera dan diketahui tanggal pencetakannya.
  3. Merujuk pada tanggal cetak, uang NICA adalah uang pertama yang menggunakan istilah rupiah untuk satuan nilai uang (tercetak 2 Maret 1943), namun baru berusaha diedarkan tahun 1945 bersamaan dengan masuknya pasukan NICA ke beberapa daerah di wilayah nusantara.
  4. Jelas bahwa penggunaan istilah rupiah sebagai pengganti gulden telah secara meluas diterima di wilayah nusantara beberapa saat menjelang kemerdekaan. Jadi bukan tanpa sebab Belanda pada tahun 1943 menggunakan istilah rupiah dan Jepang pada tahun 1944 juga menggunakannya untuk mata uang yang akan diedarkan di Indonesia. Dan pada akhirnya ketika kemerdekaan Indonesia benar-benar datang, tanpa ragu para pendiri Negara menggunakan istilah rupiah untuk satuan mata uang Republik Indonesia.

Dunia terus berubah dan semua bisa saja terjadi. Seperti munculnya Euro di Eropa yang menggeser mata uang beberapa negara anggotanya. Bisa saja suatu saat akan ada mata uang bersama Asia atau ASEAN yang menggantikan rupiah. Atau mungkin generasi kedepan akan merubah satuan mata uang negara kita. Rupiah memang bukan Garuda Pancasila lambang Negara ataupun Indonesia Raya lagu kebangsaan kita.

Haji Agus Salim Ulama dan Pejuang Indonesia


“The grand old man Haji Agus Salim adalah seorang ulama dan intelek,” kata Bung Karno tentang Haji Agus Salim (1884-1954).

Julukan “orang besar yang sudah tua” itu masuk akal.

Ketika rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia berlangsung, Juni-Agustus 1945, mungkin Agus Salim anggota tertua. Rata-rata umur para Bapak Bangsa adalah 30-45 tahun.

Soekarno berumur 39 tahun, Hatta 43 tahun, sedangkan Haji Agus Salim sudah 61 tahun. Nama Haji Agus Salim adalah nama besar.

Sama seperti umumnya 67 Bapak Bangsa Indonesia yang lain, pemikiran Agus Salim keluar dari kepompong kepentingan pribadi. Mereka mendahului zaman.

Begitu juga Agus Salim. Mereka meninggalkan jejak langkah, warisan nilai-nilai luhur cita-cita kemerdekaan.

Sementara posisi “mendahului zaman” itu bagi Agus Salim tidak selalu mengenakkan. Sejarawan Taufik Abdullah pernah mencoba membuka tabir Haji Agus Salim sebagai aktor sejarah.

Ia merasakan kegetiran Agus Salim menjadi pemimpin yang berorientasi pada pembaruan. Peran seseorang dalam ruang publik, seperti ditunjukkan Agus Salim, menjadi lebih getir ketika dia tidak hanya terbatas mengisi peran sosialnya, tetapi melampaui batas-batas kesejarahan.

“Salim menyelami apa artinya kegetiran itu. Ia menjalaninya dengan segala cerita lucu dan menarik,” tulis Taufik Abdullah.

Menurut Taufik, kumpulan cerita lucu dan menarik tentang tokoh the grand old man ini membuka tabir apa yang terjadi dalam dirinya. Sosok Haji Agus Salim menjadi ironis.

Ironi Salim adalah ironi yang dilahirkan situasi kolonial ketika seseorang mempunyai harga diri yang tinggi. Bahkan juga ironi dari keteguhan sikap tentang seorang pejuang yang ditolak.

Salim menyikapi ironi dalam komentar dan pernyataan yang lucu-lucu. Ahmad Syafii Maarif mengingatkan lelucon kambing, salah satu anekdot yang banyak diingat dan dikutip orang tentang Agus Salim.

“Embek, embek,” ejek hadirin ketika Agus Salim sebagai pemimpin Syarikat Islam bersama HOS Tjokroaminoto naik ke mimbar.

Ia disamakan dengan kambing.

“Saya harap kambing-kambing dikeluarkan dari ruangan,” kata Agus Salim setelah menyapa hadirin dengan kalimat “saudara-saudara dan kambing-kambing yang terhormat”.

Kini siapakah yang jadi kambing sesungguhnya? Keadaan telah berbalik. Agus Salim memberi makna penolakan itu dengan sikap melucu, bagian dari luapan kegetirannya.

Tepatlah mengangkat kembali pemikiran dan sosok Agus Salim di hari-hari kita merayakan kemerdekaan.

Sosoknya menjadi aktual justru di tengah bangsa Indonesia semakin kehilangan sosok teladan dan sosok pemimpin, di tengah bangsa ini mencari calon pemimpin nasionalnya lewat pemilihan umum presiden 20 September. Dua hal spontan muncul tentang tokoh Haji Agus Salim. Dialah seorang politikus ulung dan seorang ulama besar.

Sebagai politikus, satu dari 68 Bapak Bangsa (founding fathers) itu memiliki beberapa kelebihan. Dalam tubuhnya yang kecil, berjanggut putih lebat, terhimpun berbagai kelebihan.

Tidak hanya politikus ulung, tetapi juga seorang wartawan, ahli sejarah, ahli bahasa, praktisi pendidikan, dan filosof.

Selain politikus ulung, Salim juga sosok politikus beretika dan berkarakter.

Menengok sejarah, ada yang membagi 68 Bapak Bangsa dalam empat kelompok, yakni Soekarno, Hatta, Soepomo, dan Mohamad Yamin.

Di antara empat kelompok itu tersebut nama Haji Agus Salim, yang dituakan tidak karena umur tetapi juga karena pengalaman internasionalnya, terutama dalam penguasaan bahasa-bahasa asing.

Karena kelebihan-kelebihan itu dia diminta menjadi salah seorang anggota Panitia Sembilan yang berperan besar dalam perumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang semula berjudul Piagam Jakarta.

Agus Salim merupakan satu dari para Bapak Bangsa yang semua mewariskan tradisi intelektualisme dan moral nasionalisme ke anak negeri ini.

Ya, dua kata sakti untuk jadi orang yang pantas diteladani; intelektualisme (beda dengan orang pintar) dan moralitas.

Rasanya keteladanan putra Koto Gadang ini begitu bermakna sekarang ini.

THE TIELMAN BROTHERS: Grup Musik Tertua Dunia yg berasal dari Indonesia


THE TIELMAN BROTHERS
(Breda, The Netherlands)
Grup Musik Tertua berasal dari Indonesia jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones 


The Tielman Brothers adalah sebuah grup musik tertua asal Indonesia. Mereka adalah anak-anak dari Herman Tielman asal Kupang dan Flora Lorine Hess asal Semarang. Musik mereka beraliran rock and roll, namun orang-orang di Belanda biasa menyebut musik mereka Indorock, sebuah perpaduan antara musik Indonesia dan Barat, dan memiliki akar di Keroncong.

The Tielman Brothers merupakan band Belanda-Indonesia pertama yang berhasil masuk internasional pada 1950-an. Mereka adalah salah satu perintis rock and roll di Belanda. Band ini cukup terkenal di Eropa, jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones.

Pada 29 Desember 1949 The Tielman Brothers tampil di Istana Negara Jakarta dihadapan Presiden Soekarno.

Karier rekaman mereka dimulai ketika keluarga Tielman pada tahun 1957 hijrah dan menetap di Breda, Belanda.

The Timor Rhythm Brothers di Surabaya 1947
l/r: Ponthon, Reggy, Loulou, Jane, Andy Tielman


The Timor Rhythm Brothers (early 50's)
l/r: Ponthon, Andy, Loulou, Wim Noya, Herman Tielman, Reggy


The 4 T's showing their brandnew Miller and Wilson guitars. (Breda 1957)

Penampilan pertama mereka adalah di Hotel De Schuur di Breda di Catharinalaan. Pada awalnya mereka tampil sebagai TIMOR BROTHERS Rhytm tapi segera mereka menyebut diri mereka EMPAT Tielman BROTHERS atau THE 4 T.  

Mereka sangat terkenal di Breda dan mulai manggung tempat-tempat lain di provinsi Brabant seperti Kamp Lunetten di Vught dan menari De Cosmopoliet di 's-Hertogenbosch.

The Four Tielman Brothers on stage (Haagsche Dierentuin, The Hague ca.1957/1958)


The Four Tielman Brothers at Hawaiian Village, Brussels 1958


The Four Tielman Brothers in the movie Paprika (Germany 1958)


The Tielman Brothers in the Koepelzaal of the Haagse Dierentuin (The Hague Zoo). 3rd. January 1960.


The Tielman Brothers. Dutch TV Show (AVRO) 23rd. January 1960

The Tielman Brothers at dancing Westhof, Heidelberg 1960

The Tielman Brothers at dancing Westhof, Heidelberg 1960


The Tielman Brothers at the Ringstuben (Sputnik), Mannheim 1961


The Tielman Brothers with sister Jane and Alphonse Faverey (left)(1963)


The Tielman Brothers with Hans Bax(left) and Rob Latuperisa (right)


Andy, Jane and Reggy Tielman (Germany 1966) + VOX Guitar Organ


Andy Tielman & The Tielman Brothers in de 70's
Andy with Vox Mando-Guitar (12-string elec. mandolin). Behind him a Vox AC 100 De Luxe and Fender XII

Nama The Tielman Brothers lebih dikenal di Eropa, terutama Belanda. Di Indonesia sendiri nama The Tielman Brothers masih menjadi nama yang asing, sebuah kenyataan yang sangat disayangkan.
 
The Tielman Brothers dipercaya lebih dulu memperkenalkan musik beraliran rock sebelum The Beatles. Aksi panggung mereka dikenal selalu atraktif dan menghibur. Mereka tampil sambil melompat-lompat, berguling-guling, serta menampilkan permainan gitar, bass, dan drum yang menawan. Andy Tielman, sang frontman, bahkan dipercaya telah memopulerkan atraksi bermain gitar dengan gigi, di belakang kepala atau di belakang badan jauh sebelum Jimi Hendrix, Jimmy Page atau Ritchie Blackmore.

Andy Tielman dan seluruh keluarga asalnya dari Timor. Waktu mereka masih kecil nama band mereka The Timor Tielman Brothers.

Perjalanan musik The Tielman Brothers dimulai di Surabaya pada tahun 1945, dimana empat kakak beradik laki-laki dan seorang adik perempuannya, Jane, sering tampil membawakan lagu-lagu dan tarian daerah.

Kemampuan musik mereka diturunkan dari sang ayah, Herman Tielman, seorang kapten tentara KNIL, yang sering bermain musik bersama teman-temannya dirumahnya di Surabaya.

Berawal dari ketertarikan Ponthon untuk memainkan contrabass yang diikuti saudara-saudaranya yang lain. Reggy mempelajari banjo, Loulou mempelajari drum, dan Andy mempelajari gitar.

Penampilan pertama mereka pada acara pesta di rumahnya membuat teman-teman ayahnya kagum dengan membawakan lagu-lagu sulit seperti Tiger Rag dan 12th Street Rag.

Sejak saat itu mereka sering tampil di acara-acara pribadi di Surabaya. Tawaran tampil pun berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia.

Sampai pada akhirnya pada tahun 1957 mereka sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Belanda.

Personil:
  • Andy Tielman - vokal, gitar
  • Reggy Tielman - gitar, banjo, vokal
  • Ponthon Tielman - contrabass, gitar, vokal
  • Loulou (Herman Lawrence) Tielman - drum, vokal
  • Jane (Janette Loraine) Tielman - vokal
  • Fauzi (Firdaus Fauzi) Tielman - organ

Silsilah Keluarga The Tielman Brothers
  • (Ayah) Herman Tielman Dirk (Menado 1904 - The Hague 1979)
  • (Ibu) Flora Laurentine Hess (Madiun 1901 - Purworejo 1991) (nenek moyang Jerman) - Dia menikah sebelumnya dengan Louis Napoleon Uchtmann (4 anak Jack, Lieke, Kitty dan Ralph lahir).
  • Reggy (Reginald) - lahir 20 Mei 1933 di Surabaya, Indonesia (dia mendapat nama Uchtmann)
  • Ponthon - lahir 4 Agustus 1934, Meninggal tanggal 29 April 2000 di Jemper, Indonesia
  • Andy - lahir 30 Mei 1936 di Makassar, Sulawesi, Indonesia, Meninggal tanggal 10 November 2011 di Rijswijk (pinggiran kota Den Haag)
  • Loulou (Herman Lawrence) - lahir 30thOctober 1938 di Surabaya, Indonesia, Meninggal di the4thAugust 1994 Cairus, Australia
  • Jane (Janette Loraine) - bornthe 17thAugust 940, Meninggal tanggal 25thJune1993